Berita

  • Home
  • Berita Detail

MENJAGA KESEHATAN MATA ANAK DI MASA PANDEMI

  • Humas
  • 20/10/2020

MENJAGA KESEHATAN MATA ANAK

DI MASA PANDEMI

 

Dr. Devi Azriwahyuni, SpM.K.MARS

KSM  MATA RS.Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Divisi Neuro oftalmologi

 

 

Masalah kebutaan merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh dunia terutama negara-negara .berkembang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 40-45 juta orang di dunia mengalami kebutaan, sepertiganya berada di Asia Tenggara dan 3,9% dari angka kebutaan disebabkan oleh kebutaan pada masa anak-anak (chilhood blindness) dengan berbagai penyebab antara lain defisiensi vitamin A, kelainan kongenital, infeksi neonatorum serta kelainan refraksi. Diperkirakan setiap 1 menit lebih kurang 12 orang menjadi buta, empat orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara sedangkan pada anak, setiap menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara, pada balita, WHO  juga memperkirakan ada 1,4 juta balita yang menderita kebutaan dengan tiga perempat diantaranya ada di daerah-daerah miskin di Asia dan Afrika.

Data di Indonesia menunjukkan 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi dimana hanya 12.5% diantaranya yang telah menggunakan kacamata. Miopia atau rabun jauh merupakan salah satu kelainan refraksi yang banyak dijumpai pada anak anak.  Beberapa data penelitian menunjukkan kurangnya aktivitas pada anak-anak meningkatkan risiko pertambahan ukuran kacamata anak khususnya pada anak dengan miopia.

Pada kondisi  normal cahaya masuk kedalam mata melalui melalui media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa dan selanjutnya menuju retina. Cahaya yang mencapai retina dikonversi menjadi gelombang elektrik yang dikirim keotak, kemudian otak akan memproses sinyal-sinyal ini untuk menjadi bayangan / gambar yang dapat kita lihat. Pada penderita myopia bayangan benda letaknya tidak tepat pada retina tetapi di depan retina. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya myopia antara lain anomaly pertambahan panjang bola mata, factor genetis atau keturunan serta faktor lingkungan. Faktor lingkungan seperti banyak membaca dekat, lamanya melihat layar smartphone atau televisi, sedikitnya waktu melakukan aktivitas di luar ruangan serta masih kurangnya kedisiplinan anak untuk menggunakan kacamata.

Pandemi covid 19 yang saat ini kita alami memberikan banyak dampak pada kegiatan kita sehari hari termasuk kegiatan pembelajaran. Penggunaan media komunikasi online sebagai sarana utama dalam proses pembelajaran menyebabkan kegiatan membaca dekat anak dan melihat layar monitor lebih lama dibandingkan pada kondisi normal yang tentunya akan berdampak pada penglihatan anak dan bila kondisi ini tidak kita disikapi dengan bijakakan member pengaruh besar pada kesehatan matak hususnya anak-anak.

Beberapa upaya sederhana yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegah atau mengurangi kelainan refraksi mata pada anak yang  banyak melakukan kegiatan pembelajaran secara on line pada masa pandemic saat ini yaitu dengan mengawasi posisi duduk anak saat berhadapan dengan screen dengan posisi yang baik tidak boleh membungkuk, mengatur jarak mata anak dengan screen dioptimalkan pada 30-50 cm, bagianak yang sudah menggunakan kacamata minus, kacamata harus tetap digunakan saat screen time untuk menghindari anak melihat lebih dekat ke monitor. Penting juga mengatur pencahayaan sekitar, pencahayaan yang baik berkisar 60 watt dengan sumber penerangan dating dari arah belakang. Penerangan yang memadai dari arah belakang ini menjadikan jarak baca terjaga konstan. Selain ini dapat juga melatih anak dengan metode yang dikenal sebagai ‘’metode 20-20-20” yaitu setiap 20 menit di depan layar, istirahatkan mata selama 20 detik dengan mengalihkan pandangan dari layar gadget keobjek-objek yang berjarak minimal 20 kaki (6 meter). Anak juga dianjurkan untuk lebih banyak melakukan aktivitas fisik di halaman rumah “Green Time” dengan melihat objek-objek yang hijau seperti rerumputan, dedaunan, maupun pepohonan.

Dengan upaya sederhana ini diharapkan orang tua dapat membantu mencegah dan mengurangi kelaianan refraksi pada anak yang berhubungan dengan faktor lingkungan.  Melalui hari kesehatan mata sedunia yang berterpatan pada tanggal 8 Oktober, mari kita memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan mata khususnya pada anak-anak generasi penerus bangsa. Dengan menyelamatkan kesehatan mata anak kita menyelamatkan dan menjaga kesehatan bangsa

Dok. Hukormas_Promkes