Berita

  • Home
  • Berita Detail

Terapi Bermain pada Anak Autisme

  • Hukormas
  • 15/11/2021

Terapi Bermain pada Anak Autisme

Narasumber : Esih Herlina, S.Kep., Ns (Sub Instalasi Ibu dan Anak, Selincah I RSMH)

 

 

See the source imageAngka kasus autis mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.  Di Indonesia, diperkirakan jumlah anak autis mencapai 150-200 ribu orang (Putri, 2017). Autis merupakan gangguan pada perkembangan pervasive (Pervasive development disorder (PDD)) pada anak-anak yang dapat berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial dan komunikasi (Iskandar & Indaryani, 2020). Autisme merupakan kelainan neurologis yang mengalami gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi, dan perilaku yang ditandai dengan adanya hambatan dalam perkembangan bahasa, seperti munculnya gerakan-gerakan aneh yakni berputar-putar, melompat-lompat atau mengamuk tanpa sebab (Adriana et al., 2017).

 

 

Pada masa perkembangannya, anak-anak akan mengalami proses pembelajaran (Indahwati, 2013). Beberapa literatur menyatakan bahwa terapi yang bisa dilakukan untuk anak dengan kasus autis tersebut yakni terapi bermain (Iskandar & Indaryani, 2020; Putri, 2017). Bermain merupakan suatu cara untuk menilai kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social (Mulyani et al., 2021). Terapi bermain ini bertujuan untuk mengembangkan intelegensi anak, namun terapi ini membutuhkan waktu karena tergantung pada kemampuan adaptasi anak dan tingkatan gangguan autism anak itu sendiri (Putri, 2017). Perawat dapat melakukan terapi bermain ini dengan mengembangkan dan memperluas sosialisasi, belajar untuk mengatasi masalah yang ada, mengenal nilai moral dan etika, belajar dari kesalahan dan bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya (Wong, 2009).

 

 

Terapi bermain yang dapat dilakukan antara lain bermain puzzle, melempar bola ke keranjang (Putri, 2017), bisa juga dengan bermain plastisin dan karton gambar dalam rangka merangsang kemampuan interaksi sosial pada anak (Iskandar & Indaryani, 2020). Terapi bermain dapat dilakukan selama 2 jam/ hari dalam waktu 6 hari (Rapmauli, 2015). Penelitian dari Burhan Malik (2010) bahwa terapi bermain yang dilakukan sambil berolahraga ternyata sangat efektif dalam meningkatkan konsentrasi pada anak autis.

 

Referensi

Adriana, D., Suslia, A., & Utami, T. (2017). Tumbuh kembang & terapi bermain pada anak. Salemba Medika.

Indahwati, D. (2013). Terapi bermain untuk melatih konsentrasi pada anak yang mengalami gangguan autis. Procedia?: Studi Kasus Dan Intervensi Psikologi1(1), 41–45. https://doi.org/10.22219/procedia.v1i1.1375

Iskandar, S., & Indaryani, I. (2020). Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial pada Anak Autis Melalui Terapi Bermain Assosiatif. JHeS (Journal of Health Studies)4(2), 12–18. https://doi.org/10.31101/jhes.1048

Mulyani, S., Musfiroh, M., & Heru, U. (2021). Efektifitas Terapi Bermain Terhadap Perkembangan Komunikasi dan Sosial Pada Anak Autis The Effectivity of Playing Therapy on Communication and Social Development on Autistic Children9(2), 62–67.

Putri, K. M. (2017). Hubungan terapi bermain dengan pertumbuhan dan perkembangan pada anak autis. Menara IlmuXI(78), 152–166.

Rapmauli, D. (2015). Pengaruh terapi bermain flascard untuk meningkatkan interaksi sosial pada anak autis di miracle centre surabaya. Jurnal Psikologi Indonesia Pesona4(1).

Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong. Buku Kedokteran EGC

 

(Doc Hukormas RSMH).

Komentar